Posted in Jepang: Bersintas dalam Perjalanan bujet

Akomodasi Alternatif Jepang: warnet (net cafe)

Net café, warnet, mangakissa. Di antara berbagai alternatif akomodasi di Jepang, tempat inilah yang paling membuat penasaran.

Pasalnya, saya sempat menonton film dokumenter yang menceritakan keberadaan sararimang (kaum pekerja) yang tinggal di warnet (disebut net café di Jepang) secara semi-permanen! Dengan kata lain, bilik warnet adalah ‘kos’ mereka. Alasannya karena biaya sewa apartemen mahal, jam kerja panjang, dan semacamnya.

Di samping kasus ekstrem itu, warnet juga biasa menjadi tempat bermalam ketika sararimang ketinggalan kereta. Maka jadilah warnet beralihfungsi menjadi kos harian – atau tepatnya: kos semalaman. Hal tersebut tersimpan dalam memori saya dan membuat sedikit terobsesi dengan tidur di warnet ala Jepang.

Continue reading “Akomodasi Alternatif Jepang: warnet (net cafe)”

Posted in Jepang: Bersintas dalam Perjalanan bujet

Akomodasi di Jepang: Hostel atau AirBnb?

Secara umum, hostel adalah pilihan akomodasi utama pejalan bujet (yang berbayar). Hostel ala backpacker dengan kamar asrama (dorm) merupakan yang paling ekonomis. Namun meski ini adalah hostel ngirit, tapi jangan harap harganya sama atau mirip dengan Asia Tenggara. Jauh! Hostel di Jepang relatif mahal.

Continue reading “Akomodasi di Jepang: Hostel atau AirBnb?”

Posted in Jepang: Bersintas dalam Perjalanan bujet

Jepang: Tentang ‘prefektur’ dan ‘kawasan kultural’

Ketika membaca nama destinasi di Jepang, sebagian pejalan mungkin bingung dan penasaran dengan istilah administratif di Jepang, ‘prefektur‘. Pada dasarnya, kata tersebut bisa kita anggap mirip seperti provinsi di Indonesia. Jepang sendiri memiliki 47 prefektur.

Continue reading “Jepang: Tentang ‘prefektur’ dan ‘kawasan kultural’”